Sighat taklik adalah suatu janji secara tertulis yang ditandatangani dan dibacakan oleh suami setelah selesai prosesi akad nikah di depan penghulu, isteri, orang tua / wali, saksi-saksi dan para hadirin yang menghadiri akad perkawinan tersebut. Sighat Ta'lik ini diucapkan jika proses akad nikah telah selesai dan sah secara ketentuan hukum dan Agama Islam.
Jual beli yang dilarang dalam islam antara lain ;
Jual beli nberdasarkan pertukaranya secara umum dibagi empat macam yaitu :
A. Pengertian Jual Beli
Menurut etimologi, jual beli di artikan : "Pertukaran sesuatu dengan sesuatu (yang lain)" sedangkan menurut terminologi, para ulama' berbeda pendapat antara lain :
menurut ulam Hanafiyah : "Pertukaran harta (benda) dengan harta berdasarkan cara khusus (yang dibolehkan)"
menurut Imam Nawawi : "Pertukaran harta dengan harta untuk kepemilikan"
menurut Ibnu Qudamah : "Pertukaran harta dengan harta untuk saling menjadikanmilik"
B. Landasan Sayara'
Jual beli disyariatkan berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah. Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 275: "Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba"
dalam sebuah hadis Rosulullah SAW bersabda : "Nai SAW. ditanya tentang mata pencaharian yang paling baik. Beliau menjawab, 'Seorang bekerja dengan tangannya dan setiap jual beli yang mabrur"
maksud mabrur dalam hadis diatas adalah jual beli yang terhindar dari usaha tipu-menipu dan merugikan orang lain.
"Jual beli harus dipastikan harus saling meridai" (HR. Baihaqi dan Ibnu Majjah)
C. Rukun Jual Beli
menurut ulama Hanafiyah, rukun jual beli adalah ijab dan qobul yang menunjukan pertukaran barang secara rida, baik dengan ucapan maupun perbuatan. Sedangkan menurut jumhur ulama, rukun jual beli yaitu :
- Bai' (penjual)
- Mustari (pembeli)
- Shighat (ijab dan qobul)
- Ma'qud 'alaih (benda atau barang)
D. Syarat jual Beli
secara umum tujuan adanya syarat jual beli antara lain untuk menghindari pertentangan di antara manusia, menjaga kemaslahatan orang yang sedang akad, menghindari jual beli gharar (terdapat unsur penipuan), dan lain-lain.
Agar jual beli dapat dilaksanakan secara sah dan memberi pengaruh yang tepat, harus dipenuhi beberapa syaratnya terlebih dahulu. Syarat-syarat ini terbagi dalam dua jenis, yaitu syarat yang berkaitan dengan pihak penjual dan pembeli, dan syarat yang berkaitan dengan objek yang diperjualbelikan.
Pertama, yang berkaitan dengan pihak-pihak pelaku, harus memiliki kompetensi untuk melakukan aktivitas ini, yakni dengan kondisi yang sudah akil baligh serta berkemampuan memilih. Dengan demikian, tidak sah jual beli yang dilakukan oleh anak kecil yang belum nalar, orang gila atau orang yang dipaksa.
Pertama, yang berkaitan dengan pihak-pihak pelaku, harus memiliki kompetensi untuk melakukan aktivitas ini, yakni dengan kondisi yang sudah akil baligh serta berkemampuan memilih. Dengan demikian, tidak sah jual beli yang dilakukan oleh anak kecil yang belum nalar, orang gila atau orang yang dipaksa.
Kedua, yang berkaitan dengan objek jual belinya, yaitu sebagai berikut:
- Objek jual beli harus suci, bermanfaat, bisa diserahterimakan, dan merupakan milik penuh salah satu pihak.
- Mengetahui objek yang diperjualbelikan dan juga pembayarannya, agar tidak terhindar faktor ‘ketidaktahuan’ atau ‘menjual kucing dalam karung’ karena hal tersebut dilarang.
- Tidak memberikan batasan waktu. Artinya, tidak sah menjual barang untuk jangka waktu tertentu yang diketahui atau tidak diketahui
mengenai syarat jual beli akan kita bahas pada tulisku yang selanjutnya
E. Jual Beli yang Dilarang dalam Islam
Jual beli yang dilarang dalam islam antara lain ;
1. Dilarang Sebab Ahliah (Ahli Akad)
ulama telah sepakat bahwa jual beli dikategorikan sahih apabila di lakukan oleh orang yang baligh, berakal, dapt memilih dan maupun ber-tasharruf secara bebas dan baik. Mereka yang dipandang tidak sah jual belinya sebagai berikut:- Jual beli orang gila
- Jual beli anak kecil
- Jual beli orang buta
- Jual beli terpaksa
- Jual beli Fudhul, yaitu jual beli milik orang tanpa seizin pemiliknya
- Jual beli orang yang terhalang
- Jual beli malja' adalah jual beli orang yang sedang dalam bahaya, yakni untuk menghindari dari perbuatan zalim.
2. Dilarang Sebab Shighat
ulama fiqih sepakat atas sahnya jual beli yang didasarkan pada keridhaan di antara dua pihak yang melakukan akad, ada kesesuaian diantara ijab dan qobul, berada di satu tempat, dan tidak terpisah oleh suatu pemisah. beberapa jual beli yang dipandang tidak sah sebagai berikut :
- Jual beli mu'athah yaitu jual beli yang telah disepakati oleh pihak akad, berkenaan dengan barang maupun harganya, tetapi tidak memakai ijab-qobul.
- Jual beli melalui surat atau utusan, jual beli tidak sah apabila surat tidak sampai ke tangan yang di maksud.
- Jual beli dengan isyarah atau tulisan, akad tidak sah apabila tulisanya jelek sehingga tidak dapat dipahami.
- Jual beli barang yang tidak ada ditempat akad.
- Jual beli tidak bersesuaian antara ijab dan qobul.
- Jual beli Munjiz adalah yang dikaitkan dengan syarata atau ditangguhkan pada waktu yang akan datang.
3. Terlarang Sebab Ma'qud Alaih (Barang Jualan)
secara umum Ma'qud alaih adalah harta yng yang dijadikan alat pertukaran oleh orang yang akad, yang biasa disebut mabi' (barang jualan) dan harga. Ulama fiqih sepakat bahwa jual beli dianggap sah apabila ma'qud alaih adalah barang yang tetap atau bermanfaat, berbentuk, dapat diserahkan, dapat dilihat oleh orang-orang yang akad, tidak bersangkutan dengan milik orang lain, dan tidak ada larangan dari syara'.adapun beberap ajual beli yang dilarang antara lain :
- Jual beli barang yang tidak ada atau dikhawatirkan tidak ada.
- Jual beli barang yang tidak dapat diserahkan.
- Jual beli gharar adalah jual beli barang yang mengandung kesamaran.
- Jual beli barang najis dan yang terkena najis.
- Jual beli air. sebab siapapun boleh memanfaatkan air.
- Jual beli barang yang tidak jelas (majhul).
- Jual beli yang tidak ada ditempat akad (gaib), tidak dapat dilihat.
- Jual beli sesuatu sebelum dipegang.
- Jual beli buah-buahan atau tumbuhan yang belum matang yang masih dipohon.
4. Terlarang Sebab Syara'
ulama sepakat memperbolehkan jual beli yang memenuhi persyaratan dan rukunya. namun demikian ada maslaah yang diperselisihkan diantara para ulama antara lain:
- Jual beli riba.
- Jual beli dengan uang dari barang yang diharamkan.
- Jual beli dari hasil pencegatan barang.
- Jual beli waktu azan jum'at.
- Jual beli anggur untuk dijadikan khamar.
- Jual beli induk tanpa anaknya yang masih kecil.
- Jual beli barang yang sedang dibeli oleh orang lain.
- Jual beli memakai syarat.
F. Macam-macam Jual Beli
Jual beli nberdasarkan pertukaranya secara umum dibagi empat macam yaitu :
- Jual beli saham (pesanan) yaitu jual beli dengan cara menyerahkan terlebih dahulu uang muka kemudian barangnya diantar belakangan.
- Jual beli Muqayadhah (barter) yaitu jual beli dengan cara menukar barang dengan barang.
- Jual beli Mutlaq adalah jual beli barang dengan sesuatu yang telah disepakati sebagai lat tukar, seperti uang.
- Jual beli alat penukar dengan alat penukar seperti jual beli uang perak dengan uang emas.
- Jual beli yang menguntungkan (al-murabbahah).
- Jual beli yang tidak menguntungkan yaitu menjual dengan harga aslinya (at-tauliyah)
- Jual beli rugi (al-khasarah).
- Jual beli al-musawah, yaitu penjual menyembunyikan harga aslinya, tetapi kedua orang yang akad saling meridai, jual beli seperti inilah yang berkembang sekarang.
A. Pengertian Tafsir Muqarin
Secara etimologis kata muqarin adalah merupakan bentuk isim al-fa’il dari kataqarana, maknannya adalah membandingkan antara dua hal. Jadi dapat dikatakan tafsirmuqarin adalah tafsir perbandingan. Secara terminologis adalah menafsirkan sekelompok ayat Al Qur’an atau suatu surat tertentu dengan cara membandingkan antara ayat dengan ayat, atau atara ayat dengan hadits, atau antara pendapat ulama tafsir dengan menonjolkan aspek-aspek perbedaan tertentu dari obyek yang dibandingkan.[1]
Muhammad Amin Suma memberikan defenisi Tafsir Al-Muqarin ialah tafsir yang dilakukan dengan cara membanding-bandingkan ayat-ayat alquran yang memiliki redaksi berbeda padahal isi kandungannya sama, atau antara ayat-ayat yang memiliki redaksi yang mirip padahal isi kandungannya berbeda.
Dari defenisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Tafsir Al-Muqarin membahas tentang penjelasan dan perbandingan antara ayat-ayat yang mempunyai redaksi berbeda tetapi mempunyai maksud yang sama, atau ayat-ayat yang mempunyai redaksi yang mirip tapi maksudnya berbeda. Penafsiran ini dapat juga dikategorikan dengan penafsiran bi al-ma’sur dan penafsiran bi ar-ra’y.
B. Metode Tafsir Al-Muqarin
Metode muqarin adalah suatu metode tafsir alquran yang dilakukan dengan cara membandingkan ayat-ayat al-quran yang satu dengan lainnya, atau membandingkan ayat-ayat alquran dengan hadis-hadis nabi Muhammad saw. yang tampak bertentangan, serta membandingkan pendapat-pendapat ulama tafsir menyangkut penafsiran alquran.
Dari berbagai literarur yang ada, pengertian metode Muqarin dapat dirangkumkan dalam beberapa pemahaman :
(1). Metode yang membandingkan teks (nash) ayat-ayat Al Qur’an yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih, atau memiliki redaksi yang berbeda bagi suatu kasus yang sama.
Contoh penafsiran dengan cara membandingkan ayat-ayat alquran yang memiliki redaksi berbeda tapi maksudnya sama. Firman Allah swt.
ولا تقتلوا اولادكم من املاق نحن نرزقكم واياهم
Artinya: “janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut miskin, kami yang akan memberi rezeki kepada kamu dan kepada mereka”
(Al-An’am: 151)
(Al-An’am: 151)
ولا تقتلوا اولادكم خشية املاق نحن نرزقهم وايا كم
Artinya: “janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut miskin, kami yang akan memberi rezeki kepada mereka dan kepada kamu”
(Al-Isra’: 31).
(Al-Isra’: 31).
Kedua ayat di atas menggunakan redaksi yang berbeda padahal maksudnya sama yakni sama-sama mengharamkan pembunuhan anak. Hanya saja sasarannya berbeda. Yang pertama, al-An’am: 151 khitab ditujukan kepada orang miskin atau fuqara; sedangkan ayat kedua al-Isra’: 31, arah pembicaraannya lebih ditujukan kepada orang-orang kaya. Dengan mendahulukan damir mukhatab (نرزقكم) dari damir ghaib (اياهم) memberikan pemahaman tentang khitab atau sasarannya adalah orang miskin, sedangkan mendahulukan damir gaib (نرزقهم) dari damir mukhatab (اياكم) memberikan penafsiran bahwa sasarannya adalah orang kaya.
(2). Membandingkan ayat Al Qur’an dengan hadits yang pada lahirnya terlihat adanya pertentangan.
Contoh penafsiran dengan cara membandingkan ayat alquran dengan Hadis yang terkesan bertentangan padahal tidak. Sebagaiman terdapat dalam surah an-Nahl: 32 dengan Hadis riwayat Tirmizi.
ادخلوا الجنة بما كنتم تعملون
Artinya: “Masuklah kamu kedalam surga disebabkan apa yang telah kamu kerjakan” (Q.S an-Nahl: 32)
لن يدخل احدكم الجنة بعمله (رواه الترميذى)
Artinya: “tidak akan masuk seseorangpun diantara kamu ke dalam surga disebabkan perbuatannya.” (H.R. Tirmizi)
Antara ayat dengan Hadis terkesan ada pertentangan. Untuk menghilangkan pertentangan itu, al-Zarkasyi mengajukan dua cara.
Pertama, dengan menganut pengertian harfiah Hadis, yaitu bahwa orang-orang tidak masuk surga karena amal perbuatannya, akan tetapi karena rahmat dan ampunan tuhan. Akan tetapi, ayat di atas tidak disalahkan, karena menurutnya, amal perbuatan manusia menentukan peringkat surga yang akan dimasukinya. Dengan kata lain posisi seseorang dalam surga ditentukan perbuatannya .
Kedua, dengan menyatakan bahwa huruf ba’ pada ayat di atas berbeda konotasinya dengan yang ada pada Hadis tersebut. Pada ayat berarti imbalan sedangkan pada hadis berarti sebab.
(3). Membandingkan berbagai pendapat ulama tafasir dalam menafsirkan Al Qur’an. Adapun tujuan penafsiran Al Qur’an secara Muqarin adalah untuk membuktikan bahwa antara ayat Al Qur’an satu dengan yang lainnya, antara ayat Al Qur’an dengan matan suatu hadits tidak terjadi pertentangan.
افتطمعون ان يؤمنوا لكم وقد كان فريق منهم يسمعون كلام الله ثم يحرفونه من بعد ما عقلوه وهم يعلمون
Artinya: “apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memaaminya, sedang mereka mengetahui” (Q.S. Al-Baqarah: 75)
Penafsiran para mufassir tentang cara nabi Musa as berkata-kata dengan Allah swt.
(وكلم الله موسى تكليما)
A. Tafsir al-Qurtubi
انه سمع كلاما ليس بحروف واصوات، وليس فيه تقطيع ولا نفس
Artinya:Bahwa Nabi Musa as. mendengar suatu perkataan yang tanpa berhuruf dan bersuara, tanpa terputus-putus dan tanpa satu nafas.
B. Tafsir at-Tabari
وكلم الله موسى تكليما اى خاطب الله بكلامه موسى خطابا، وكلم موسى، كلمه بالالسنة،فجعله يقول :يارب لا افهم ! حتى كلمه بلسانه آخر الألسنة
Artinya: Allah swt. Berdialog yang perkataannya kepada nabi Musa as. dengan satu dialog, dan berkata-kata kepada Musa as, perkataannya dengan ucapan (bahasa) Allah swt, sehingga menjadikan nabi Musa bertanya kepada Allah: wahai tuhanku Aku tidak paham! Sehingga Allah swt berkata-kata dengan nabi Musa as. dengan ucapannya(yang dipahami nabi Musa) yang lain dari ucapan (bahasa)Allah swt.
C. Tafsir al-Munir
وكلم الله موسى تكليما اى كلمه على التدريج شيئا فشيئا بحسب المصالح بغير واسطة اى ازال الله عنه الحجاب حتى يسمع معنى القائم بذاته تعالى.
Artinya: Allah berkata-kata dengan nabi Musa maksudnya Ia berkata-kata dengannya dengan cara berangsur-angsur sedikit demi sedikit memandang maslahat, tanpa ada perantara yaitu Allah menghilangkan penghalang darinya sehingga dia mendengar pengertian yang ada pada zat Allah swt.
C. Ciri-ciri Metode Muqarin (perbandingan/komparatif)
Dilihat dari aspek sasaran (objek) bahasan terdapat tiga aspek yang dikaji dalam perbandingan, yaitu :
A. Perbandingan ayat dengan ayat[2]
Perbandingan dalam aspek ini dapat dilakukan pada semua ayat, baik itu pemakaianmufradat, urutan kata maupun kemiripan redaksi, semua hal ini dapat dibandingkan. Jika yang akan dibandingkan itu memiliki kemiripan redaksi, maka langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
1) Mengidentifikasi dan mengumpulkan ayat-ayat Al Qur’an yang redaksinya bermiripan, sehingga dapat diketahui mana ayat yang mirip dan mana ayat yang tidak mirip.
2) Memperbandingkan antara ayat-ayat yang redaksinya bermiripan, memperbincangkan satu kasus yang sama, atau dua kasus yang berbeda dalam suatu redaksi yang sama.
3) menganalisis perbedaan yang terkandung di dalam berbagai redaksi yang berbeda dalam menggunakan kata dan susunan dalam ayat.
4) Memperbandingkan antara berbagai pendapat para mufasir tentang ayat yang dijadikan objek bahasan.[3]
B. Perbandingan ayat dengan hadits.4
Perbandingan penafsiran dalam aspek ini terutama yang dilakukan adalah terhadap ayat-ayat Al Qur’an yang tampak pada lahirnya bertentangan dengan hadits-hadits Nabi yang diyakini Shahih, hadits-hadits yang dinyatakan dhoif tidak perlu dibandingkan dengan Al Qur’an, karena level dan kondisi keduanya tidak seimbang. Hanya hadits yang shahih saja yang akan dikaji dalam aspek ini apabila ingin dibandingkan dengan ayat-ayat Al Qur’an. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut :
1) Menghimpun ayat-ayat yang pada lahirnya tampak bertentangan dengan hadits-hadits Nabi, baik ayat-ayat tersebut mempunyai kemiripan redaksi dengan ayat-ayat lain atau tidak.
2) Membandingkan dan menganalisis pertentangan yang dijumpai di dalam kedua teks ayat dan hadits
3) Membandingkan antara berbagai pendapat para ’ulama tasir dalam menafsirkan ayat dan hadits.
C. Perbandingan pendapat para Mufasir
Apabila yang dijadikan objek pembahasan perbandingan adalah pendapat para ’ulama tafsir dalam menafsirkan suatu ayat, maka metodenya adalah :
1) Menghimpun sejumlah ayat-ayat yang hendak dijadikan objek studi tanpa menoleh terhadap redaksinya itu mempunyai kemiripan atau tidak.
2) Melacak berbagai pendapat ’ulama tafsir dalam menafsirkan ayat-ayat tersebut.
3) Membandingkan pendapat-pendapat mereka untuk mendapatkan informasi berkenaan dengan identitas dan pola berpikir dari masing-masing mufasir serta kecenderungan-kecenderungan dan aliran-aliran yang mereka anut.
D. Kitab-kitab Tafsir Al-Muqarin
Kitab-kitab tafsir yang menggunakan metode tafsir al-muqarin sangat langka tidak seperti kitab-kitab lainnya, diantara kitab tafsir al-muqarin adalah:
1) Durrat at-Tanzil wa Qurrat at-Ta’wil (mutiara at-Tanzil dan Kesejukan at-Ta’wil), karya al-Khatib al-Iskafi (w. 420 H / 1029 M)
2) Al-Burhan fi Taujih Mutasyabih al-Quran (Bukti Kebenaran dalam Pengarahan Ayat-ayat Mutasyabih al-Quran), karya Taj al-Qarra’ al-Kirmani (w. 505 H / 1111 M)
3) Al-Jami’ li Ahkam al-Quran (Himpunan Hukum-hukum al-Quran), karya al-Qurtubi (w. 671 H)
E. Kelebihan dan Kekurangan Metode Tafsir Al-Muqarin
Tafsir dengan metode muqarin (perbandingan) mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Namun apapun yang terjadi, metode ini menjadi amat penting tatkala para mufasir hendak mengembangkan pemikirannya dalam menafsirkan Al Qur’an dengan cara yang rasional dan objektif, sehingga kita mendapatkan gambaran yang komprehensif berkenaan dengal latar belakang lahirnya suatu penafsiran dan sekaligus dapat dijadikan perbandingan dan pelajaran dalam mengembangkan penafsiran Al Qur’an pada periode-periode selanjutnya.
Adapun kelebihan metode muqarin adalah sebagai berikut :
1) Memberikan wawasan yang luas
2) Membuka diri untuk selalu bersikap toleran
3) Dapat mengetahui berbagai penafsiran
4) Membuat mufasir lebih berhati-hati
Sedangkan kekurangan dari metode muqarin adalah sebagai berikut :
1) Tidak cocok untuk pemula
2) Kurang tepat untuk memecahkan masalah kontemporer
3) Menimbulkan kesan pengulangan pendapat para mufasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar