Kamis, 11 September 2014

MATERI RPP IMAN KEPADA KITAB

NAMA           : MUHAMMAD RAHMADANI
NIM                : 2012121591
SEMESTER  : V / LIMA
LOKAL         : E



IMAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH

A.    Pengertian Kitab-Kitab Allah
Secara etimologi kata kitab adalah bentuk masdar dari kata ka-ta-ba yang berarti menulis. Setelah jadi masdar berarti tulisan. Bentuk jama’ dari kata kitab adalah kutub. Dalam bahasa Indonesia, kitab berarti buku.
Secara terminologis yang dimaksud dengan kitab (Al-kitab, kitab Allah, Al-kutub kitab-kitab Allah)adlah kitan suci yang diturunkan oleh Allah swt kepada para Nabi dan Rasul-Nya.
Jadi, Beriman kepada kitab-kitab Allah yaitu kepercayaan yang pasti bahwasanya allah Swt, memiliki kitab-kitab yang diturunkan kepada rasul-Nya untuk disampaikan kepada para hamba-Nya dan bahwa kitab-kitab tersebut terdapat kebenaran, cahaya dan petunjuk bagi manusia, baik di dunia maupun di akhirat.[1]   
Kata Al-kitab di dalam Al-Quran dipakai untuk beberapa pengertian:
1.      Menunjukkan semua kitab suci yang telah diturunkan kepada para Nabi dan Rasul:

“Bukanlah menghadapkan wajahmu kea rah timur dan barat itu suatu kebijakan, akan tetapi sesungguhnya kebijakan itu ialah beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, Al-kitab, dab Nabi-Nabi.”(Al-baqarah 2:177).

2.      Menunjukkan semua kitab suci yang diturunkan sebelum Al-Quran:
”Berkatalah orang –orang kafir:”Kamu bukan seorang yang dijadikan Rasul.”Katakanlah:”Cukuplah Allah menjadi saksi antara aku dan kamu dan antara orang-orang yang mempunyai ilmu tentang Al-kitab.”(Ar-Ra’d 13:43).
3.      Menunjukkan kitab suci tertentu sebelim Al-Quran; misalnya Taurat:
”Dan sesungguhnya kami telah mendatangkanAl-kitab (taurat)”kepada Nabi adam.”(Al-baqarah 2:87)
4.      Menunjukkan kitab suci Al-Quran secara khusus:

”Al-kitab ini tidak aa keraguan padanya;pentunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa.”(Al-Baqarah 2:2)

Disamping Al-kitab, untuk menunjukkan kitab kitab suci yang diturunkan Allah swt kepaa para Nabi dan Rasul .Al-quran juga memakaikan istilah lain yaitu
1.      Shuhuf, bentuk jama’ dari shahifah yang berarti lembaran. Dipakai untuk menunujukkan kitab –kita suci sebelum Al-Quran, khususnya yang dirurunkan kepada Nabi Ibrahim dan Nabi Musa AS, sebagaimana  yang dinyatakan dalam surah Al-A’la ayat 18:19:
”Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam shuhuf yang dahulu. Yaitu shuhuf Ibrahim dan Musa.”(Al-A’la 87:18:-19)
2.      Zubur, bentuk jama’ dari Zabur yang berarti buku. Dipakai untuk menunjukkan kitab-kitab suci yang diturunkan Allah sebelum Al-Quran, sebagaimana yang dinyatakan dalam surat Ali Imran Ayat 184:
”Jika mereka mendustakan kamu, maka sesungguhnya rasul-rasul sebelum kamupun telah didustakan pula, mereka membawa mukjizat-mukjizat yang nyata, zubur dan kitab yang member penjelasan yang sempurna.”(Ali Imran 3:184)
3.      Zabur, bentuk mufrad dari Zubur, dipakai khusus untuk menunjukkan kitab suci yang diturunkan Allah kepada Nabi Daud AS, sebagaimana yang dinyatakan dalam surah An-Nisa 163:
 ”Dan kami berikan Zabur kepada Daud.”(An-Nisa 4:163)
Beriman kepada kitab-kitab Allah termasuk salah satu rukun iman, sebagaimana  firman Allah Swt . dalam surah An-Nisaa’ ayat 136:
“Wahai orang-orang yang beriman , tetaplah beriman kepada kitab-kitab Allah dan Rasulnya sallallahu ‘alaihi wa sallam , kepada kitabNya yang diturunkan kepada RasulNya yakni Al-Quran, sebagaimana Allah juga memerintahkan agar kita beriman kepada kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.”



B.     Kitab-Kitab Allah Sebagai Wahyu

Karena kitab suci yang diturunkan oleh Allah swt kepada para Nabi  an Rasul-Nya itu adalah kumpulan dari wahyu-wahyu-Nya, maka ada baiknya kita juga  membahas terlebih dahulu apa pengertian wahyu dan bagaimana Allah menurunkannya.
Kata wahyu secara etimologis adalah bentuk Masdar dari kata auha. Dalam bentuk masdar tersebut dia mempunyai  dua arti, pertama al-khafa’ (tersembunyi, rahasia) dan kedua AS-sur’ah (cepat). Dinamai demikian  Karena wahyu itu adalah semacam informasi yang rahasia, cepat, khusus diketahui oleh pihak-pihak yang dituju saja.[2]
Secara terminologis. Wahyu adalah kalam Allah yang diturunkan kepada para Nabi dan Rasul-Nya. Disamping itu, Al-Quran menggunakan kata wahyu untuk beberapa pengertian lain, di antaranya:
1.      Ilham Fitri yang diberikan kepada manusia, seperti ilham yang diberilkan Allah swt kepada Ibu Musa untuk menyususkan bayinya:
“Dan kami wahyukan (ilhamkan) kepada Ibu Musa:susukanlah dia.” (Al-Qashash 28:7)
2.   Instink yang diberikan kepada hewan-hewan, seperti instink yang diberikan Allah swt kepada lebah:

“Dan tuhan mewahyukan (memberikan instink) kepad lebah: “buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu dan di tempat yang dibikin manusia.” (An-nahl 16:68)
3.      Isyarat yang cepat dengan cara member tanda dan kode-kode tertentu, seperti yang diberikan oleh Nabi Zakaria kepada kaumnya untuk bertasbih:

“Maka ia keluar dari Mihrab, menuju kaumnya, lalu ia mewahyukan (member isyarat) kepada mereka, hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang.” (Maryam 19:11).
4.      Bisikan syaitan kepada manusia untuk menggoda dan menipunya:

“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh yaitu syaitan-syaitan dari jenis manusia dan jin, sebagian mereka mewahyukan (membisikkan ) kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah untuk menipu (manusia).” (Al-An’am 6: 112).
5.      Perintah Allah SWT kepada para Malaikat-Nya:

“Ingatlah ketika Tuhanmu mewahyukan (memerintahkan) kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah hati orang-orang yang beriman……” (Al-Anfal 8: 12).
Wahyu dalam pengertian Kalam Allah itu diturunkan oleh Allah SWT kepada para nabi dan Rasul-Nya melalui tiga cara:
1.      Melalui mimpi yang benar (Ar-ru’ya As-Shadiqah fil manam)misalnya wahyu yang diterima oleh Nabi Ibrahim ‘Alaihi As-Salam dalam mimpi untuk mengurbankan putranya Isma’il AS, sebagaimana yang diterangkan oleh Allah SWT dalam surat As-Shaffat ayat 100-102 :

“(Ibrahim berdoa) Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk (kelompok) orang-orang yang shaleh. Maka kami beri dya kabar gembira dengan seorang anak yang sabar. Maka tatkala anak itu sampai (kepada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkanlah apa pendapatmu.” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”(As-Shaffat 37: 100-102). 
2.      Kalam Ilahi dari balik tabir (Min wara’ Al-hijab), seperti perintah shalat fardhu yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW waktu peristiwa Isra’ Mi’raj, atau wahyu yang diterima oleh Nabi Musa AS di bukit Tursina, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT dalam Surat Thaha ayat 9-13:

“Apakah telah sampai kepadamu kisah Musa? Ketika ia melihat api lalu berkatalah kepada keluarganya: “Tinggallah kamu disini, sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawasedikit daripadanya atau akan mendapat petunjuk di tempat api itu”. Maka ketika ia datang ke tempat api itu, ia dipanggil (Tuhan): “Hai Musa, sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu, maka tinggalkanlah kedua terumpahmu; sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci, Thuwa. Dan Aku telah memilih kamu (sebagai Rasul), maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu).” (Thaha 20: 9-13).
3.      Melalui Malaikat Jibril ‘Alaihi As-Salam, seperti wahyu yang diterima oleh Rasulullah SAW, sebagaimana yang ditegaskan oleh Al-Qur’an:

“Dan sesungguhnya Al-Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam. Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Malaikat Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas.” (As-Syu’ara 26: 192-195).
Penurunan wahyu melalui malaikat Jibril ini berlangsung dalam dua cara, pertama: JIbril datang membawa wahyu seperti bunyi gemerincing lonceng (Shalshalah Al-Jaras) yang amat keras, atau kedua: Jibril datang membawa wahyu dengan memperlihatkan dirinya sebagai seorang lelaki (lihat pembahasan tentang malaikat). Demikianlah pengertian wahyu dan cara turunnya kepada para Nabi dan Rasul.


C.    KITAB-KITAB ALLAH SEBELUM AL-QUR’AN
Sebelum Kitab Suci Al-Qur’an Allah SWT telah menurunkan beberapa Kitab Suci kepada para Nabi dan Rasul-Nya. Yang disebutkan dalam Al-Qur’an ada 5 (lima); tiga dalam bentuk Kitab yaitu Taurat, Zabur, dan Injil, dan dua dalam bentuk shuhuf yaitu Shuhuf Ibrahim dan Musa. Kelima kitab suci tersebut antaralain disebutkan dalam ayat-ayat berikut ini:

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat, di dalamnya ada petunjuk dan cahaya….” (Al-Maidah 5: 44).

 “Dan sesungguhnya kami telah memberikan Al-kitab (Taurat) kepada Musa dan kami telah menjadikan Harun saudaranya, menyertai dia sebagai wasir (pembantu).”(Al-furqan 25:35)

“…Dan kami berikan Zabur kepada Dawud.”(Al-isra’ 17:55).
“Kemudian kami iringkan di belakang mereka Rasul-Rasul kami dan iringkan pula Isa Putra Maryam; dan kami berikan kepadanya Injil.” (Al-HadiD 57-27).
“Sesungguhnya ini benar-benar terdpat dalam shuhuf yang dahulu. Yaitu shuhuf Ibrahim dan Musa.” (Al-A’la 87:18-19).

Itulah lima kitab suci yang disebutkan oleh Allah swt nama dan kepada siapa yang diturunkan. Sedangkan kitab suci lainnya yang ditirunkan kepada para Nabi dan Rasul lainnya tidak disebutkan oleh Allah nama-namanya secara terperinci, tapi secara global dijelaskan bahwa Allah swt mengutus para Nabi dan Rasul dan menurunkan bersama mereka kitab suci. Hal ini dinyatakan oleh Allah swt dalam surah Al-Baqarah ayat 213:
 “Manusia itu adalah umat yang satu, maka (setelah timbul peselisihan) Allah mengutus para Nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka kitab suci dengan benar, untuk member keputusan diantara manusia tentang perselisihan yang mereka perselisihkan.” (Al-Baqarah 2:213).

Untuk kitab-kitab suci yang tidak disebutkan namanya tersebut kitab cukup mengimaninya secara global (Ijmal) bahwa Allah swt Allah telah menurunkan kitab-kitab suci kepada paraNabi dan Rasul. Atau dengan kata lain kita mengimani semua kitab suci yang diturunkan Allah swt kepada para nabi dan Rasul, baik yang disebutkan namanya maupun yang tidak.
Kitab-kitab Allah yang diturunkan sebelum ktab suci Al-Quran tidaklah bersifat universal seperti Al-Quran, tapi hanya bersifat lokal untuk umat tertentu. Dan juga tidak berlaku sepanjang masa. Oleh karena Allah swt tidak memberi jaminan terpelihara keaslian atau keberadaan kitab-kitab tesebut sepanjang zaman sebagaimana halnya Allah memberi jaminan tehadap Al-Quran.[3]
Dari segi isi, untuk hal-hal prinsip (masalah aqidah), sejarah dan fakta tentang alam semesta, semua kitab suci tersebut memuat hal yang sama dengan Al-Quran. Tidak akan ada perbedaan apalagi pertentangan satu sama lain (kecuali perbedaan redaksional), baik antar sesama kitab-kitab suci maupun dengan kitab-kitab suci Al-quran. Misalnya, tentang tauhid, semua mengajarkan tentang ke –Esaan Allah swt, bahwa dia adalah satu-satunya Tuhan yang berhak disemba. Allah berfirman:
“Dan sesungguhnya kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat, (untuk menyerukan): “sembahlah Allah saja, dam jauhilah thaghut. “ (an –nahl 16:36)
 “Dan kami tidak mengutus seorang razul pun sebelum kamu, melainkan kami wahyukan kepadanya:” bahwasanya tidak ada tuhan melainkan aku,maka sembahlah olehmu sekalian akan aku.” (Al-Anbiya 21:25).

Ajaran tentang Uzair anak Allah dalam taurat,dan Isa putra Allah serta ajaran tentang trinitas dalam injil bukanlah berasal dari wahyu Allah Swt. Semua itu berasal dari pemalsuan dan penambahan orang-orang Yahudi dan Nashrani. Tentang hal ini allah menjelaskan :

“Orang-orang yahudi berkata:”uzair itu putra allah.”dan orang-orang nasrani berkata:al-masih itu putra allah.:demikian itulah ucapan mereka denan mulut mereka meniru perkataan orang kfir terdahulu.dilaknati allah-lah mereka:bagaimana mereka sampai berpaling?”(At-Taubat 9:30)

“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah satu dari tiga (Trinitas)”. Padahal sekali-kali tidak ada Tuhan Yang Maha Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakana itu, pasti orang-orang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.”
(Al-Maidah 5: 73).

Adapun mengenai Syari’at dan Hukum serta hal-hal yang praktis lainnya, akan ada perbedaan antara satu kitab dengan kitab yang lain sesuai dengan perkembangan zaman dan keadaan umat tertentu. Tentang hal ini Allah menjelaskan:

“…..Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, kami berika syari’at dan minhaj (aturan) sendiri.” (Al-Maidah 5: 48).

Dari semua Kitab-Kitab Suci yang diturunkan oleh Allah SWT sebelum Al-Qur’an sebagaimana yang sudah diterangkan di atas tidak satu pun lagi yang sampai kepada kita secara utuh sebagaimana diturunkan terdahulu. Bahkan menurut Dokter Muhammad Na’im Yasin, tidak ada satu Kitab Suci pun yang berhak disebut  Kitab Allah sekarang ini selain dari Kitab Suci Al-Qur’an. Yasin mengemukakan beberapa alasan untuk mendukung pernyataan tersebut (Yasin, 1983, hal. 85-87). Alasan Yasin setelah penulis lengkapi dengan sumber lain adalah sebagai berikut:
1.      Tidak ada satu pun naskah asli dari semua Kitab Suci yang turun sebelum Al-Qur’an terpelihara sampai sekarang. Semuanya telah hilang. Yang ada hanyalah naskah terjemahan dalam berbagai bahasa. Bahkan terjemahan yang ada pun sudah merupakan hasil terjemahan dari terjemahan. Manuskrip Perjanjian Lama (Perjanjian Lama terdiri dari Taurat Musa dan Zabur Daud serta ajaran Rasul-Rasul lainnya yang kesemuanya itu meliputi lebih kurang tiga perempat Al-Kitab  atau Bibel) yang tertua bukanlah tertulis dalam bahasa Ibriyah (bahasa Nabi Musa), akan tetapi dalam bahasa Aramiyah dan bahasa Gryk serta bahasa latin kuno yang tidak lagi digunakan dewasa ini. Begitu juga Manuskrip Perjanjian Baru(Perjanjian Baru terdiri dari Injil Matius, Markus, Lukas, Yohanes, dan Kisah Rasul-Rasul serta kumpulan surat-surat) yang lengkap hanyalah dipakai dalam bahasa Gryk, bukanlah dalam bahasa Aramiyah, bahasa teks asli Injil. Antara terjemahan ke terjemahan berikutnya terjadilah perubahan dan pergeseran makna di sana-sini. Begitulah seterusnya sampai dewasa ini.
2.      Kitab-Kitab Suci tersebut sudah bercampur dengan ucapan manusia, baik berupa tafsir, sejarah hidup para nabi dan murid-murid mereka, kesimpulan para ahli hukum, maupun dengan hal-hal lainnya. Tidak lagi bisa dibedakan mana yang Kalam Allah dan mana yang karya manusia.
3.      Tidak ada satu pun dari Kitab-Kitab Suci tersebut yang secara sah dapat dinisbahkan kepada Rasul yang membawa masing-masing kitab tersebut, dan tidak pula mempunyai sanad sejarah yang dipercaya. Kitab Perjanjian Lama dibukukan beberapa abad setelah nabi Musa meninggal dunia. Begitu juga dengan Kitab Perjanjian Baru ditulis lebih satu abad setelah Nabi Isa diangkat oleh Allah SWT.
4.      Terdapat pertentangan antara satu bagian dengan bagian yang lain, antara satu kitab dengan kitab yang lain. Oleh sebab itu, dari lebih kurang tujuh puluh naskah Injil yang ditulis oleh tujuh puluh penulis pula, Gereja memilih empat saja, yang ditulis oleh Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes.Bahkan antara Injil yang empat ini pun terjadi pertentangan satu sama lain dalam beberapa bagian, misalnya tentang asal keturunan Al-Masih: Matius 1: 6 menyebutkan bahwa Yusuf An-Najjar adalah anak Ya’kub,sedangkan Lukas 3: 23 menyebut anak Hali. Matius 1: 7 menyebutkanYusuf An-Najjar adalah keturunan Sulaiman bin Daud, sedangkan menurut Lukas 3: 31 adalah keturunan Nasan bin Daud.
5.      Terdapat beberapa pelajaran yang batil tentang Allah SWT dan beberapa Rasul-Nya. Selain keyakinan Uzair anak Allah dan Trinitas, kita akan menemukan beberapa kisah tentang Allah dan Rasul-Nya yang tidak benar dan sama sekali tidak bisa diterima oleh akal sehat. Misalnya tentang pergulatanyang pernah terjadi antara Allah dan Nabi Ya’kub yang dimenangkan oleh Ya’kub sehingga Allah memberkatinya. (Kejadian 32: 24-30) atau tentang Allah menyesal dan bertobat setelah menetapkan suatu keputusan yang menimbulkan akibat yang tidak diduga sebelumnya seperti halnya penyesalan penetapan Saul menjadi Raja atas Bani Israel (I. Samuel 15: 10,35). (Yasin, 1983, hal. 85-87 dan Isma’il, 1990, hal. 17-23).

D.    AL-QUR’AN SEBAGAI KITAB ALLAH YANG TERAKHIR
Kitab Suci terakhir yang diturunkan oleh Allah SWT adalah Al-Quran Al-Karim yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW dalam rentang waktu lebih kurang 23 tahun meliputi periode Mekkah dan Madinah.
Secara etimologis Qur’an artinya bacaan atau yang dibaca. Berasal dai kataqa-ra-a yang berarti membaca. Secara terminologis Al-Qur’an adalah wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Di samping Al-Qur’an, kitab suci terakhir ini juga dinamai dengan nama-nama lain seperti Al-Kitab (Al-Baqarah 2: 2), Al-Furqan (Al-Furqan 25: 1), Az-Zikru (Al-Hijr 15: 9), Al-Mau’izhah (Yunus 10: 57), Al-Huda (Al-Jin 72: 13), As-Syifa’ (Yunus 10: 57) dan lain-lain.[4]
           
             Keutuhan dan Keaslian Al-Qur’an
Berbeda dengan Kitab-Kitab Suci sebelumnya, Al-Qur’an terjamin keutuhan dan keasliannya. Hal itu bisa terjadi pertama dan utama sekali karena adanya jaminan dari Allah SWT:
”Sesungguhnya Akulah yang menurunkan Az-Zikra (Al-Qur’an) dan sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya.” (Al-Hijr 15: 9)
Kemudian yang kedua karena adanya usaha-usaha yang manusiawi dilakukan sejak zaman Rasulullah SAW oleh para sahabat di bawah bimbingan Rasulullah SAW dan oleh generasi berikutnya dan oleh setiap generasi kemudian. Usaha-usaha ini dapat kita lihat antara lain dalam nuktah-nuktahberikut ini:
1.      Rasulullah saw
Sebagai seorang yang ummi berusaha menghafalkan Al-Quran yang diturunkan Allah swt lewat malaikat Jibril AS. Bahkan belum lagi wahyu selesai disampaikan Jibril beliau segera menggerakkan kedua bibirnya untuk menghafal. Hal ini ditegur oleh Allah swt seraya memberikan jaminan bahwa tanpa usaha, Allah akan membuat Nabi Muhammad saw bisa membaca, hafal dan mengerti maksudnya. Allah berfirman:
   
“Janganlah kamu menggerakkan lidahmu untuk membaca Al-Quran karena hendak cepat-cepat menguasainya. Sesungguhnya atas tanggungan kami lah mengunpulkan didadamu dan membuatmu pandai membaca. Apabila kami telah selesai membaca-Nya, maka ikutilah bacaan itu. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan kamilah penjelasannya.” (Al-Qiyamah 75:16-19).

Rasulullah saw selalu  mempergunakan sebagian besar malamnya untuk taqarub, mendekatkan diri kehadirat Allah. Melakukan shalat dan membaca Al-Quran dengan tartil . kemudian seperti yang diceritakan oleh Siti Aisyah RA bahwa Jibril AS selalu mengunjungi Rasul pada setiap tahun  untuk menyaksikan Rasul dalam bertadarrus dan menghafal Al-Quran. Berkat perhatian dan upaya sungguh-sungguh, dan atas bimbingan Jibril AS serta terutama jaminan Allah swt, sehingga Rasulullah benar-benar menguasai Al-Quran dengan sempurna. Tiada seorang pun yang mengungguli Rasul dalam penguasaan Al-Quran, yang menjadi titik tumpuan umat Islam dalam masalah yang mereka perlukan (miftah faridh, 1989, hal 137-138)

2.      Setiap Rasulullah Saw selesai menerima ayat-ayat yang diwahyukan, beliau membacakannya kepada para sahabat dan memerintahkan kepada mereka untuk menghafal dan kepada sahabat-sahabat tertentu diperintahkan oleh Rasul saw untuk menuliskannya disarana-sarana yang memungkinkan waktu seperti di pelepah-pelepah kurma, di tulang-tulang binatang, di batu-batu dan kulit-kulit binatang serta sarana lainnya. Begitulah dengan sungguh-sungguh dan penuh kecintaan para sahabat berusaha menghafal dan benar-benar menguasai Al-Quran.

3.      Pada masa Abu Bakar As-shiddiq, atas atas anjuran Umar binKhatab, Al-Quran dikumpul      dalam sa`tu mushaf oleh panitia tunggal yaitu Zaid bin Tsabit dengan berpedoman kepada hafalan dan tulisan para sahabat. Ayat demi ayat disusun sesuai dengan petunjuk Rasulullah saw sebelumnya, tapi surat demi surat belum lagi diurutkan sesuai dengan petunjuk Rasulullah saw.

4.      Pada masa Utsman bin Affan pembukaan Al-Quran disempurnakan dengan menyusun surat demi surat sesuai dengan ketentuan Rasulullah saw dan menuliskannya dalam satu system penulisan yang bisa menampung semua qiraat yang benar. System penulisan itu dikenal dengan Ar-Rasmu Al-Usmani. Mushaf yang dikenal dengan mushaf Usman disalin beberapa naskah dan dikirim ke pusat-pusat pemerintahan umat Islam waktu itu untuk dijadikan pedoman dan standar penulisan. Tugas pembukuan yang disempurnakan ini dilaksanakan oleh satu tim yang diketahui oleh Zaid bin Tsabit, dengan anggota Abdullah bin Zubair, sa’id bin ash dan Abdur Rahman bin Haris bin Hisyam.

5.      Pada masa-masa berikutnya para Ulama selalu berusaha menyempunakan penulisan dan pemeliharaan AL-Qur’an sehingga lahirlah beberapa ilmu pengetahuan yang mendukung pemeliharaan keaslian dan keutuhan AL-qur’an, seperti ilmu tajwid untuk qaidah-qaidah qira’ah ilmu Nahwu sharaf dari segi tata bahasa , ilmu khath dari segi penulisan , Ulumul Qur’an dan ilmu Tafsir dari segi metodologi pemahaman, dan ilmu-ilmu lainnya.
Al-Quran dijamin oleh Allah swt keutuhannya sampai akhir zaman karena memang Al-Qran bersiifat universal , berlaku untuk seluruh manusia di mana dan kapan saja. Berbeda dengan kitab-kitab Allah sebelum yang bersifat local untuk umat tertentu

Fungsi Al-Quran terhadap Kitab-Kitab Allah Sebelumnya

Dalam hubungannya dengan kitab-kitab suci yang diturunkan Allah sebelumnya, maka Al-Quran berfungsi sebagai:
1.      Nasikh, baik lafazt maupun hukum, terhadap kitab-kitab sebelumnya. Artinya semua kitab suci terdahulu  dinyatakan tidak lagi berlaku. Satu-satunya yang wajib diikuti dan dilaksanakan petunjuknya hanyalah Al-Quran. Hal disebabkan dua hal :pertama, karena kitab-kitab suci terdahulu itu tidak ada lagi yang utuh dan asli seperti waktu baru di turunkan;kedua, karena kitab-kitab tersebut berlaku untuk umat dan masa tertentu saja. Dalil yang paling kuat menunjukkan bahwa Al-Quran adalah nasikh tehadap kitab-kitab  suci sebelum adalah perintah Allah swt terhadap Nabi Muhammad saw untuk memberlakukan seuruh Al-Quran terhadap umat manusia termasuk para ahlul kitab.
2.      Muhaimin atau batu ujian terhadap kebenaran kitab-kitab yang sebelumnya. Artinya Al-Quran lah yang jadi korektor terhadap perubahan yang terjadi pada kitab-kitab sebelumnya. Dengan demikan Al-Quranlah satu-satunya yang dijadikan pegangan. Apa yang dibenarkan dan ditetapkan oleh Al-Quran itu lah yang benar dan harus diikuti. Dan jika terdapat perbedaan / pertentangan antara Al-Quran dengan isi kitab-kitabsebelumnya maka Al-Quran lah yang benar dan harus diikuti.
3.      Mushaddiq, mengutakan kebenaran-kebenaran pad kitab-kitab Allah sebelumnya, seperti Taurat dan Injil yang membawakan petunjuk Allah dan cahaya kebenaran.

Keistimewaan Al-Quran
Sebagai kitab Allah yang terakhir Al-Quran mempunyai beberapa keistimewaan, antara lain sebagai berikut:
1.      Berlaku umum untuk seluruh umat manusi di manapun dan kapan mereka berada sampai akhir zaman nanti.
2.      Ajaran Al-Quran mencakup seluruh aspek kehidupan umat manusia .
3.      Mendapat jaminan pemeliharaan dari Allah swt dari segala bentuk penambahan, penguranga dan pemalsuan.
4.      Allah swt menjadikan Al-Quran mudah untuk dipaham, dihafal dan diamalkan.
5.      Al-Quran berfungsi sebagai nasikh, muhaimin dan mushaddiq tehadap kitab-kitab   suci sebelumnya.
6.      Al-Quran berfungsi sebagai mukjizat bagi Nabi Muhammad saw.
E.     Perbedaan Iman Kepada Al-Quran dengan Iman Kepada Kitab-Kitab Suci Lainnya

Seorang muslim wajib mengimani semua kitab – kitab suci yang telah diturunkan oleh Allah swt kepada para nabi dan Rasul-nya, baik yang disebutkan nama dan kepada siapa diturnkan maupun yang tidak disebutkan. Allah berfirman :

 “Wahai orang –orang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat – malaikat-nya, kitab – kitab-nya, Rasul – rasul-nya dan hari kemudian, maka sesunggunya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.”(An-NIsa’4:136)

Akan tetapi tentu ada perbedaan konsekuensi keimanan antara iman kepada Al-Qur’an dan iman kepada suci sebelumnya. Kalau terhadap kitab suci sebelumnya seorang muslim hanyalah mempunyai kewajiban mengimani keberadaan dan kebenarannya tanpa kewajiban mempelajari, mengamalkan dan mendakwahkan kandungnya karena kitab – kitab suci tersebut berlaku untuk umat masa tertentu yang telah berakhir dengan kedatangan kitab suci yang terakhir Al-qur’an. Jika ada hal – hal yang sama yang masih berlaku dan diamalkan, itu hanyalah semata- mata karena di perintahkan oleh Al-qur’an bukan karena ada pada kitab suci sebelumnya. Sedangkan iman kepada Al-qur’an membawa konsekuensi yang lebih luas seperti mempelajarinya mengamalkan dan mendakwahkannya serta membelanya dari serangan musuh – musuh islam.[5]
            Untuk lebih jelasnya kewajiban seorang muslim terhadap Al-qur’an sebagai berikut:
1.      Mengimani bahwa Al-qur’an adalah kitab Allah yang terakhir yang berfungsi sebagai Nasikh, Muhaimin dan Mushaddiq bagi kitab – kitab suci sebelumnya; mukjizat bagi kenabian dan kerasulan Nabi Muhammad SAW; Hudan bagi kehidupan umat manusia sampai akhir zaman; dan fungsi – fungsi lainnya (Al-Maidah 5: 48; Al-Baqarah 2: 185)
2.      Mempelajari Al-qur’an baik cara membacanya (ilmu tajwid dan qira’an), makna dan taksirnya (iarjamah dan tafsir Al-qur’an) maupun ilmu – ilmu lain yang berhubungan dengan Al-qur’an seperti ulumul Qur’an, hadits, ushulul fiqhi, fiqh, dan lain – lain (Muhammad 47: 24, AT-Taubah 9: 122)
3.      Membaca Al-qur’an sebanyak dan sebaik mungkin (Al-Muzammil 73: 4, 20)
4.      Mengamalkan ajaran Al-qur’an dalam seluruh kehidupannya, baik kehidupan pribadi, berkeluarga, bermasyarakat, bernegara maupun kehidupan Internasional. Baik aspek ekonomi, politik, hokum, budaya, pendidikan maupun aspek hidup lainnya (Al-A’raf 7: 3, Al-Jatsiyah 45: 7-8, An-Nur 24: 51,m Al-Baqarah 2: 208)
5.      Mengajarkan Al-qur’an kepada orang lain sehingga mereka dapat membaca, memahami dan mengamalkannya (Ali-Imran 3: 110, Ali-Imran 3: 104, An-Nahl 6: 125, Ali-Imran 3: 79, HR Bukhari: sebaik-baik orang diantara kamu ialah mempelajari Al-qur’an dan mengajarkanny.”).

F.     Pengaruh Beriman Kepada Kitab-Kitab Allah

Beriman kepada kitab-kitab Allah memiliki pengaruh yang banyak diantaranya :
1.      Mengetahui tentang perhatian Allah terhadap hamba-hambaNya juga kesempurnaan rahmatNya, dimana ia menurunkan kepada setiap kaum sebuah kitab sebagai petunjuk bagi mereka, agar bias mencapai kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.
2.      Mengetahui hikmah Allah Swt. Dalam syariatNya, di mana Allah mensyariatkan bagi setiap kaum apa yang sesuai dengan keadaan dan situasi kaum tersebut.
“untuk tiap-tiap umat diantara kamu. Kami berikan aturan dan jalan yang terang .”(QS.Al-Maidah:48)
3.      Bersyukur kepada Allah terhadap diturunkannay kitab-kitab tersebut. Sebab kitab-kitab tersebut adalah cahaya dan petunjuk di dunia maupun di akhirat. Karena itu kita wajib bersyukur kepada Allah atas nikmat yang agung ini.













DAFTAR  PUSTAKA


Isma’il, Sa’id, DR, Perbandingan ‘Aqidah Islam & Kristen Menurut Al-Quran & Bibel, terjemahan H. Suhairi Ilyas, MA, Yayasan al-Anshar Bukitinggi, cet.I.th.1990.

Miftah Faridh, Drs, Pokok-Pokok Ajaran Islam, PUSTAKA Bandung cet. 3 th. 1982.

Miftah Fardih dan Agus Syihabuddin, Al-Quran Sumber Hukum Islam Yang Pertama, PUSTAKA Bandung, cet.1 th.1989.

Al-Qathtan, Manna’, Mabahits fi Ulum al-Quran, Muasasah ar-Risalah Beirut, cet.4.th.1976.


Syed Mahmudunnasir. 1994. Islam, Konsepsi dan Sejarahnya. Bandung: Rosdakarya




[1] Said, Ismail,  Perbandingan ‘Aqidah Islam & Kristen Menurut Al-Quran & Bibel, terjemahan H. Suhairi Ilyas, MA, Yayasan al-Anshar Bukitinggi
[2] Miftah Faridh, Drs, Pokok-Pokok Ajaran Islam, PUSTAKA Bandung
[3] Miftah Fardih dan Agus Syihabuddin, Al-Quran Sumber Hukum Islam Yang Pertama, PUSTAKA Bandung
[4] Al-Qathtan, Manna’, Mabahits fi Ulum al-Quran, Muasasah ar-Risalah Beirut
[5] Syed Mahmudunnasir. 1994. Islam, Konsepsi dan Sejarahnya. Bandung: Rosdakarya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar