NAMA :
MUHAMMAD RAHMADANI
NIM :
2012121591
SEMESTER :
V / LIMA
LOKAL :
E
IMAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH
A. Pengertian Kitab-Kitab
Allah
Secara etimologi kata
kitab adalah bentuk masdar dari kata ka-ta-ba yang berarti menulis. Setelah
jadi masdar berarti tulisan. Bentuk jama’ dari kata kitab adalah kutub. Dalam
bahasa Indonesia, kitab berarti buku.
Secara terminologis yang
dimaksud dengan kitab (Al-kitab, kitab Allah, Al-kutub kitab-kitab Allah)adlah
kitan suci yang diturunkan oleh Allah swt kepada para Nabi dan Rasul-Nya.
Jadi, Beriman kepada
kitab-kitab Allah yaitu kepercayaan yang pasti bahwasanya allah Swt, memiliki
kitab-kitab yang diturunkan kepada rasul-Nya untuk disampaikan kepada para
hamba-Nya dan bahwa kitab-kitab tersebut terdapat kebenaran, cahaya dan
petunjuk bagi manusia, baik di dunia maupun di akhirat.[1]
Kata Al-kitab di dalam Al-Quran dipakai untuk
beberapa pengertian:
1. Menunjukkan semua kitab
suci yang telah diturunkan kepada para Nabi dan Rasul:
“Bukanlah menghadapkan wajahmu kea rah timur dan
barat itu suatu kebijakan, akan tetapi sesungguhnya kebijakan itu ialah beriman
kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, Al-kitab, dab
Nabi-Nabi.”(Al-baqarah 2:177).
2. Menunjukkan semua kitab
suci yang diturunkan sebelum Al-Quran:
”Berkatalah orang –orang kafir:”Kamu bukan
seorang yang dijadikan Rasul.”Katakanlah:”Cukuplah Allah menjadi saksi antara
aku dan kamu dan antara orang-orang yang mempunyai ilmu tentang
Al-kitab.”(Ar-Ra’d 13:43).
3. Menunjukkan kitab suci
tertentu sebelim Al-Quran; misalnya Taurat:
”Dan sesungguhnya kami telah
mendatangkanAl-kitab (taurat)”kepada Nabi adam.”(Al-baqarah 2:87)
4. Menunjukkan kitab suci
Al-Quran secara khusus:
”Al-kitab ini tidak aa keraguan
padanya;pentunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa.”(Al-Baqarah 2:2)
Disamping Al-kitab, untuk menunjukkan kitab
kitab suci yang diturunkan Allah swt kepaa para Nabi dan Rasul .Al-quran juga
memakaikan istilah lain yaitu
1. Shuhuf, bentuk jama’
dari shahifah yang berarti lembaran. Dipakai untuk menunujukkan kitab –kita
suci sebelum Al-Quran, khususnya yang dirurunkan kepada Nabi Ibrahim dan Nabi
Musa AS, sebagaimana yang dinyatakan dalam surah Al-A’la ayat 18:19:
”Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam
shuhuf yang dahulu. Yaitu shuhuf Ibrahim dan Musa.”(Al-A’la 87:18:-19)
2. Zubur, bentuk jama’ dari
Zabur yang berarti buku. Dipakai untuk menunjukkan kitab-kitab suci yang
diturunkan Allah sebelum Al-Quran, sebagaimana yang dinyatakan dalam surat Ali
Imran Ayat 184:
”Jika mereka mendustakan kamu, maka sesungguhnya
rasul-rasul sebelum kamupun telah didustakan pula, mereka membawa
mukjizat-mukjizat yang nyata, zubur dan kitab yang member penjelasan yang
sempurna.”(Ali Imran 3:184)
3. Zabur, bentuk mufrad
dari Zubur, dipakai khusus untuk menunjukkan kitab suci yang diturunkan Allah
kepada Nabi Daud AS, sebagaimana yang dinyatakan dalam surah An-Nisa 163:
”Dan kami berikan Zabur kepada
Daud.”(An-Nisa 4:163)
Beriman kepada kitab-kitab Allah termasuk salah
satu rukun iman, sebagaimana firman Allah Swt . dalam surah An-Nisaa’
ayat 136:
“Wahai orang-orang yang beriman , tetaplah
beriman kepada kitab-kitab Allah dan Rasulnya sallallahu ‘alaihi wa sallam ,
kepada kitabNya yang diturunkan kepada RasulNya yakni Al-Quran, sebagaimana
Allah juga memerintahkan agar kita beriman kepada kitab-kitab-Nya,
rasul-rasul-Nya dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat
sejauh-jauhnya.”
B. Kitab-Kitab Allah
Sebagai Wahyu
Karena kitab suci yang
diturunkan oleh Allah swt kepada para Nabi an Rasul-Nya itu adalah
kumpulan dari wahyu-wahyu-Nya, maka ada baiknya kita juga membahas
terlebih dahulu apa pengertian wahyu dan bagaimana Allah menurunkannya.
Kata wahyu secara
etimologis adalah bentuk Masdar dari kata auha. Dalam bentuk masdar tersebut
dia mempunyai dua arti, pertama al-khafa’ (tersembunyi, rahasia) dan
kedua AS-sur’ah (cepat). Dinamai demikian Karena wahyu itu adalah semacam
informasi yang rahasia, cepat, khusus diketahui oleh pihak-pihak yang dituju
saja.[2]
Secara terminologis.
Wahyu adalah kalam Allah yang diturunkan kepada para Nabi dan Rasul-Nya.
Disamping itu, Al-Quran menggunakan kata wahyu untuk beberapa pengertian lain,
di antaranya:
1. Ilham Fitri yang
diberikan kepada manusia, seperti ilham yang diberilkan Allah swt kepada Ibu
Musa untuk menyususkan bayinya:
“Dan kami wahyukan (ilhamkan) kepada Ibu
Musa:susukanlah dia.” (Al-Qashash 28:7)
2. Instink
yang diberikan kepada hewan-hewan, seperti instink yang diberikan Allah swt
kepada lebah:
“Dan tuhan mewahyukan (memberikan instink) kepad
lebah: “buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu dan di tempat
yang dibikin manusia.” (An-nahl 16:68)
3. Isyarat yang cepat
dengan cara member tanda dan kode-kode tertentu, seperti yang diberikan oleh
Nabi Zakaria kepada kaumnya untuk bertasbih:
“Maka ia keluar dari Mihrab, menuju kaumnya,
lalu ia mewahyukan (member isyarat) kepada mereka, hendaklah kamu bertasbih di
waktu pagi dan petang.” (Maryam 19:11).
4. Bisikan syaitan kepada manusia
untuk menggoda dan menipunya:
“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap
Nabi itu musuh yaitu syaitan-syaitan dari jenis manusia dan jin, sebagian
mereka mewahyukan (membisikkan ) kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan
yang indah untuk menipu (manusia).” (Al-An’am 6: 112).
5. Perintah Allah SWT
kepada para Malaikat-Nya:
“Ingatlah ketika Tuhanmu mewahyukan
(memerintahkan) kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka
teguhkanlah hati orang-orang yang beriman……” (Al-Anfal 8: 12).
Wahyu dalam pengertian
Kalam Allah itu diturunkan oleh Allah SWT kepada para nabi dan Rasul-Nya
melalui tiga cara:
1. Melalui mimpi yang benar
(Ar-ru’ya As-Shadiqah fil manam)misalnya wahyu yang diterima oleh Nabi
Ibrahim ‘Alaihi As-Salam dalam mimpi untuk mengurbankan putranya
Isma’il AS, sebagaimana yang diterangkan oleh Allah SWT dalam surat As-Shaffat
ayat 100-102 :
“(Ibrahim berdoa) Ya Tuhanku, anugerahkanlah
kepadaku (seorang anak) yang termasuk (kelompok) orang-orang yang shaleh. Maka
kami beri dya kabar gembira dengan seorang anak yang sabar. Maka tatkala anak
itu sampai (kepada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim
berkata: “Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu, maka pikirkanlah apa pendapatmu.” Ia menjawab: “Hai bapakku,
kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku
termasuk orang-orang yang sabar.”(As-Shaffat 37: 100-102).
2. Kalam Ilahi dari balik
tabir (Min wara’ Al-hijab), seperti perintah shalat fardhu yang diterima
oleh Nabi Muhammad SAW waktu peristiwa Isra’ Mi’raj, atau wahyu yang diterima
oleh Nabi Musa AS di bukit Tursina, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT
dalam Surat Thaha ayat 9-13:
“Apakah telah sampai kepadamu kisah Musa? Ketika
ia melihat api lalu berkatalah kepada keluarganya: “Tinggallah kamu disini,
sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawasedikit
daripadanya atau akan mendapat petunjuk di tempat api itu”. Maka ketika ia
datang ke tempat api itu, ia dipanggil (Tuhan): “Hai Musa, sesungguhnya Aku
inilah Tuhanmu, maka tinggalkanlah kedua terumpahmu; sesungguhnya kamu berada
di lembah yang suci, Thuwa. Dan Aku telah memilih kamu (sebagai Rasul), maka
dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu).” (Thaha 20: 9-13).
3. Melalui Malaikat
Jibril ‘Alaihi As-Salam, seperti wahyu yang diterima oleh
Rasulullah SAW, sebagaimana yang ditegaskan oleh Al-Qur’an:
“Dan sesungguhnya Al-Qur’an ini benar-benar
diturunkan oleh Tuhan semesta alam. Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin
(Malaikat Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar menjadi salah seorang di
antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas.”
(As-Syu’ara 26: 192-195).
Penurunan wahyu melalui
malaikat Jibril ini berlangsung dalam dua cara, pertama: JIbril datang membawa
wahyu seperti bunyi gemerincing lonceng (Shalshalah Al-Jaras) yang amat keras,
atau kedua: Jibril datang membawa wahyu dengan memperlihatkan dirinya sebagai
seorang lelaki (lihat pembahasan tentang malaikat). Demikianlah pengertian
wahyu dan cara turunnya kepada para Nabi dan Rasul.
C. KITAB-KITAB ALLAH
SEBELUM AL-QUR’AN
Sebelum Kitab Suci
Al-Qur’an Allah SWT telah menurunkan beberapa Kitab Suci kepada para Nabi dan
Rasul-Nya. Yang disebutkan dalam Al-Qur’an ada 5 (lima); tiga dalam bentuk
Kitab yaitu Taurat, Zabur, dan Injil, dan dua
dalam bentuk shuhuf yaitu Shuhuf Ibrahim dan Musa. Kelima
kitab suci tersebut antaralain disebutkan dalam ayat-ayat berikut ini:
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab
Taurat, di dalamnya ada petunjuk dan cahaya….” (Al-Maidah 5: 44).
“Dan sesungguhnya kami telah
memberikan Al-kitab (Taurat) kepada Musa dan kami telah menjadikan Harun
saudaranya, menyertai dia sebagai wasir (pembantu).”(Al-furqan 25:35)
“…Dan kami berikan Zabur kepada
Dawud.”(Al-isra’ 17:55).
“Kemudian kami iringkan di belakang
mereka Rasul-Rasul kami dan iringkan pula Isa Putra Maryam; dan kami berikan
kepadanya Injil.” (Al-HadiD 57-27).
“Sesungguhnya ini benar-benar terdpat
dalam shuhuf yang dahulu. Yaitu shuhuf Ibrahim dan Musa.” (Al-A’la 87:18-19).
Itulah lima kitab suci
yang disebutkan oleh Allah swt nama dan kepada siapa yang diturunkan. Sedangkan
kitab suci lainnya yang ditirunkan kepada para Nabi dan Rasul lainnya tidak
disebutkan oleh Allah nama-namanya secara terperinci, tapi secara global
dijelaskan bahwa Allah swt mengutus para Nabi dan Rasul dan menurunkan bersama
mereka kitab suci. Hal ini dinyatakan oleh Allah swt dalam surah Al-Baqarah
ayat 213:
“Manusia itu adalah umat yang satu, maka
(setelah timbul peselisihan) Allah mengutus para Nabi sebagai pemberi kabar
gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka kitab suci
dengan benar, untuk member keputusan diantara manusia tentang perselisihan yang
mereka perselisihkan.” (Al-Baqarah 2:213).
Untuk kitab-kitab suci
yang tidak disebutkan namanya tersebut kitab cukup mengimaninya secara global
(Ijmal) bahwa Allah swt Allah telah menurunkan kitab-kitab suci kepada paraNabi
dan Rasul. Atau dengan kata lain kita mengimani semua kitab suci yang
diturunkan Allah swt kepada para nabi dan Rasul, baik yang disebutkan namanya
maupun yang tidak.
Kitab-kitab Allah yang
diturunkan sebelum ktab suci Al-Quran tidaklah bersifat universal seperti
Al-Quran, tapi hanya bersifat lokal untuk umat tertentu. Dan juga tidak berlaku
sepanjang masa. Oleh karena Allah swt tidak memberi jaminan terpelihara
keaslian atau keberadaan kitab-kitab tesebut sepanjang zaman sebagaimana halnya
Allah memberi jaminan tehadap Al-Quran.[3]
Dari segi isi, untuk
hal-hal prinsip (masalah aqidah), sejarah dan fakta tentang alam semesta, semua
kitab suci tersebut memuat hal yang sama dengan Al-Quran. Tidak akan ada
perbedaan apalagi pertentangan satu sama lain (kecuali perbedaan redaksional),
baik antar sesama kitab-kitab suci maupun dengan kitab-kitab suci Al-quran.
Misalnya, tentang tauhid, semua mengajarkan tentang ke –Esaan Allah swt, bahwa
dia adalah satu-satunya Tuhan yang berhak disemba. Allah berfirman:
“Dan sesungguhnya kami telah mengutus Rasul pada
tiap-tiap umat, (untuk menyerukan): “sembahlah Allah saja, dam jauhilah
thaghut. “ (an –nahl 16:36)
“Dan kami tidak mengutus seorang razul pun
sebelum kamu, melainkan kami wahyukan kepadanya:” bahwasanya tidak ada tuhan
melainkan aku,maka sembahlah olehmu sekalian akan aku.” (Al-Anbiya 21:25).
Ajaran tentang Uzair
anak Allah dalam taurat,dan Isa putra Allah serta ajaran tentang trinitas dalam
injil bukanlah berasal dari wahyu Allah Swt. Semua itu berasal dari pemalsuan
dan penambahan orang-orang Yahudi dan Nashrani. Tentang hal ini allah
menjelaskan :
“Orang-orang yahudi berkata:”uzair itu putra
allah.”dan orang-orang nasrani berkata:al-masih itu putra allah.:demikian
itulah ucapan mereka denan mulut mereka meniru perkataan orang kfir
terdahulu.dilaknati allah-lah mereka:bagaimana mereka sampai
berpaling?”(At-Taubat 9:30)
“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang
mengatakan: “Bahwasanya Allah salah satu dari tiga (Trinitas)”. Padahal
sekali-kali tidak ada Tuhan Yang Maha Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa
yang mereka katakana itu, pasti orang-orang kafir di antara mereka akan ditimpa
siksaan yang pedih.”
(Al-Maidah 5: 73).
Adapun mengenai Syari’at
dan Hukum serta hal-hal yang praktis lainnya, akan ada perbedaan antara satu
kitab dengan kitab yang lain sesuai dengan perkembangan zaman dan keadaan umat
tertentu. Tentang hal ini Allah menjelaskan:
“…..Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, kami
berika syari’at dan minhaj (aturan) sendiri.” (Al-Maidah 5: 48).
Dari semua Kitab-Kitab
Suci yang diturunkan oleh Allah SWT sebelum Al-Qur’an sebagaimana yang sudah
diterangkan di atas tidak satu pun lagi yang sampai kepada kita secara utuh
sebagaimana diturunkan terdahulu. Bahkan menurut Dokter Muhammad Na’im Yasin,
tidak ada satu Kitab Suci pun yang berhak disebut Kitab Allah sekarang
ini selain dari Kitab Suci Al-Qur’an. Yasin mengemukakan beberapa alasan untuk
mendukung pernyataan tersebut (Yasin, 1983, hal. 85-87). Alasan Yasin setelah
penulis lengkapi dengan sumber lain adalah sebagai berikut:
1. Tidak ada satu pun
naskah asli dari semua Kitab Suci yang turun sebelum Al-Qur’an terpelihara
sampai sekarang. Semuanya telah hilang. Yang ada hanyalah naskah terjemahan
dalam berbagai bahasa. Bahkan terjemahan yang ada pun sudah merupakan hasil
terjemahan dari terjemahan. Manuskrip Perjanjian Lama (Perjanjian
Lama terdiri dari Taurat Musa dan Zabur Daud serta ajaran Rasul-Rasul lainnya
yang kesemuanya itu meliputi lebih kurang tiga perempat Al-Kitab atau Bibel)
yang tertua bukanlah tertulis dalam bahasa Ibriyah (bahasa
Nabi Musa), akan tetapi dalam bahasa Aramiyah dan bahasa Gryk serta
bahasa latin kuno yang tidak lagi digunakan dewasa ini. Begitu juga
Manuskrip Perjanjian Baru(Perjanjian Baru terdiri dari Injil Matius,
Markus, Lukas, Yohanes, dan Kisah Rasul-Rasul serta
kumpulan surat-surat) yang lengkap hanyalah dipakai dalam bahasa Gryk,
bukanlah dalam bahasa Aramiyah, bahasa teks asli Injil. Antara
terjemahan ke terjemahan berikutnya terjadilah perubahan dan pergeseran makna
di sana-sini. Begitulah seterusnya sampai dewasa ini.
2. Kitab-Kitab Suci
tersebut sudah bercampur dengan ucapan manusia, baik berupa tafsir, sejarah
hidup para nabi dan murid-murid mereka, kesimpulan para ahli hukum, maupun
dengan hal-hal lainnya. Tidak lagi bisa dibedakan mana yang Kalam Allah dan
mana yang karya manusia.
3. Tidak ada satu pun dari
Kitab-Kitab Suci tersebut yang secara sah dapat dinisbahkan kepada Rasul yang
membawa masing-masing kitab tersebut, dan tidak pula mempunyai sanad sejarah
yang dipercaya. Kitab Perjanjian Lama dibukukan beberapa abad setelah nabi Musa
meninggal dunia. Begitu juga dengan Kitab Perjanjian Baru ditulis lebih satu
abad setelah Nabi Isa diangkat oleh Allah SWT.
4. Terdapat pertentangan
antara satu bagian dengan bagian yang lain, antara satu kitab dengan kitab yang
lain. Oleh sebab itu, dari lebih kurang tujuh puluh naskah Injil yang ditulis
oleh tujuh puluh penulis pula, Gereja memilih empat saja, yang ditulis
oleh Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes.Bahkan
antara Injil yang empat ini pun terjadi pertentangan satu sama lain dalam
beberapa bagian, misalnya tentang asal keturunan Al-Masih: Matius 1: 6
menyebutkan bahwa Yusuf An-Najjar adalah anak Ya’kub,sedangkan
Lukas 3: 23 menyebut anak Hali. Matius 1: 7 menyebutkanYusuf
An-Najjar adalah keturunan Sulaiman bin Daud, sedangkan
menurut Lukas 3: 31 adalah keturunan Nasan bin Daud.
5. Terdapat beberapa
pelajaran yang batil tentang Allah SWT dan beberapa Rasul-Nya. Selain keyakinan
Uzair anak Allah dan Trinitas, kita akan menemukan beberapa kisah tentang Allah
dan Rasul-Nya yang tidak benar dan sama sekali tidak bisa diterima oleh akal
sehat. Misalnya tentang pergulatanyang pernah terjadi antara Allah dan Nabi
Ya’kub yang dimenangkan oleh Ya’kub sehingga Allah memberkatinya. (Kejadian 32:
24-30) atau tentang Allah menyesal dan bertobat setelah menetapkan suatu
keputusan yang menimbulkan akibat yang tidak diduga sebelumnya seperti halnya
penyesalan penetapan Saul menjadi Raja atas Bani Israel (I.
Samuel 15: 10,35). (Yasin, 1983, hal. 85-87 dan Isma’il, 1990, hal. 17-23).
D. AL-QUR’AN SEBAGAI KITAB
ALLAH YANG TERAKHIR
Kitab Suci terakhir yang
diturunkan oleh Allah SWT adalah Al-Quran Al-Karim yang diwahyukan kepada Nabi
Muhammad SAW dalam rentang waktu lebih kurang 23 tahun meliputi periode Mekkah
dan Madinah.
Secara etimologis Qur’an
artinya bacaan atau yang dibaca. Berasal dai kataqa-ra-a yang
berarti membaca. Secara terminologis Al-Qur’an adalah wahyu Allah SWT yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Di samping Al-Qur’an, kitab suci terakhir
ini juga dinamai dengan nama-nama lain seperti Al-Kitab (Al-Baqarah
2: 2), Al-Furqan (Al-Furqan 25: 1), Az-Zikru (Al-Hijr
15: 9), Al-Mau’izhah (Yunus 10: 57), Al-Huda (Al-Jin 72:
13), As-Syifa’ (Yunus 10: 57) dan lain-lain.[4]
Keutuhan
dan Keaslian Al-Qur’an
Berbeda dengan
Kitab-Kitab Suci sebelumnya, Al-Qur’an terjamin keutuhan dan keasliannya. Hal
itu bisa terjadi pertama dan utama sekali karena adanya jaminan dari Allah SWT:
”Sesungguhnya Akulah
yang menurunkan Az-Zikra (Al-Qur’an) dan sesungguhnya kami benar-benar
memeliharanya.” (Al-Hijr 15: 9)
Kemudian yang kedua karena adanya usaha-usaha
yang manusiawi dilakukan sejak zaman Rasulullah SAW oleh para sahabat di bawah
bimbingan Rasulullah SAW dan oleh generasi berikutnya dan oleh setiap generasi
kemudian. Usaha-usaha ini dapat kita lihat antara lain dalam nuktah-nuktahberikut
ini:
1. Rasulullah saw
Sebagai seorang yang ummi berusaha menghafalkan
Al-Quran yang diturunkan Allah swt lewat malaikat Jibril AS. Bahkan belum lagi
wahyu selesai disampaikan Jibril beliau segera menggerakkan kedua bibirnya
untuk menghafal. Hal ini ditegur oleh Allah swt seraya memberikan jaminan bahwa
tanpa usaha, Allah akan membuat Nabi Muhammad saw bisa membaca, hafal dan
mengerti maksudnya. Allah berfirman:
“Janganlah kamu menggerakkan lidahmu untuk
membaca Al-Quran karena hendak cepat-cepat menguasainya. Sesungguhnya atas
tanggungan kami lah mengunpulkan didadamu dan membuatmu pandai membaca. Apabila
kami telah selesai membaca-Nya, maka ikutilah bacaan itu. Kemudian,
sesungguhnya atas tanggungan kamilah penjelasannya.” (Al-Qiyamah 75:16-19).
Rasulullah saw
selalu mempergunakan sebagian besar malamnya untuk taqarub, mendekatkan
diri kehadirat Allah. Melakukan shalat dan membaca Al-Quran dengan tartil .
kemudian seperti yang diceritakan oleh Siti Aisyah RA bahwa Jibril AS selalu
mengunjungi Rasul pada setiap tahun untuk menyaksikan Rasul dalam
bertadarrus dan menghafal Al-Quran. Berkat perhatian dan upaya sungguh-sungguh,
dan atas bimbingan Jibril AS serta terutama jaminan Allah swt, sehingga
Rasulullah benar-benar menguasai Al-Quran dengan sempurna. Tiada seorang pun
yang mengungguli Rasul dalam penguasaan Al-Quran, yang menjadi titik tumpuan
umat Islam dalam masalah yang mereka perlukan (miftah faridh, 1989, hal
137-138)
2. Setiap Rasulullah Saw
selesai menerima ayat-ayat yang diwahyukan, beliau membacakannya kepada para
sahabat dan memerintahkan kepada mereka untuk menghafal dan kepada
sahabat-sahabat tertentu diperintahkan oleh Rasul saw untuk menuliskannya
disarana-sarana yang memungkinkan waktu seperti di pelepah-pelepah kurma, di
tulang-tulang binatang, di batu-batu dan kulit-kulit binatang serta sarana
lainnya. Begitulah dengan sungguh-sungguh dan penuh kecintaan para sahabat
berusaha menghafal dan benar-benar menguasai Al-Quran.
3. Pada masa Abu Bakar
As-shiddiq, atas atas anjuran Umar binKhatab, Al-Quran
dikumpul dalam sa`tu mushaf oleh panitia tunggal
yaitu Zaid bin Tsabit dengan berpedoman kepada hafalan dan tulisan para
sahabat. Ayat demi ayat disusun sesuai dengan petunjuk Rasulullah saw
sebelumnya, tapi surat demi surat belum lagi diurutkan sesuai dengan petunjuk
Rasulullah saw.
4. Pada masa Utsman bin
Affan pembukaan Al-Quran disempurnakan dengan menyusun surat demi surat sesuai
dengan ketentuan Rasulullah saw dan menuliskannya dalam satu system penulisan
yang bisa menampung semua qiraat yang benar. System penulisan itu dikenal
dengan Ar-Rasmu Al-Usmani. Mushaf yang dikenal dengan mushaf Usman disalin
beberapa naskah dan dikirim ke pusat-pusat pemerintahan umat Islam waktu itu
untuk dijadikan pedoman dan standar penulisan. Tugas pembukuan yang
disempurnakan ini dilaksanakan oleh satu tim yang diketahui oleh Zaid bin
Tsabit, dengan anggota Abdullah bin Zubair, sa’id bin ash dan Abdur Rahman bin
Haris bin Hisyam.
5. Pada masa-masa
berikutnya para Ulama selalu berusaha menyempunakan penulisan dan pemeliharaan
AL-Qur’an sehingga lahirlah beberapa ilmu pengetahuan yang mendukung
pemeliharaan keaslian dan keutuhan AL-qur’an, seperti ilmu tajwid untuk
qaidah-qaidah qira’ah ilmu Nahwu sharaf dari segi tata bahasa , ilmu khath dari
segi penulisan , Ulumul Qur’an dan ilmu Tafsir dari segi metodologi pemahaman,
dan ilmu-ilmu lainnya.
Al-Quran dijamin oleh Allah swt keutuhannya
sampai akhir zaman karena memang Al-Qran bersiifat universal , berlaku untuk
seluruh manusia di mana dan kapan saja. Berbeda dengan kitab-kitab Allah
sebelum yang bersifat local untuk umat tertentu
Fungsi Al-Quran terhadap Kitab-Kitab Allah
Sebelumnya
Dalam hubungannya dengan
kitab-kitab suci yang diturunkan Allah sebelumnya, maka Al-Quran berfungsi
sebagai:
1. Nasikh, baik lafazt
maupun hukum, terhadap kitab-kitab sebelumnya. Artinya semua kitab suci
terdahulu dinyatakan tidak lagi berlaku. Satu-satunya yang wajib diikuti
dan dilaksanakan petunjuknya hanyalah Al-Quran. Hal disebabkan dua hal
:pertama, karena kitab-kitab suci terdahulu itu tidak ada lagi yang utuh dan
asli seperti waktu baru di turunkan;kedua, karena kitab-kitab tersebut berlaku
untuk umat dan masa tertentu saja. Dalil yang paling kuat menunjukkan bahwa
Al-Quran adalah nasikh tehadap kitab-kitab suci sebelum adalah perintah
Allah swt terhadap Nabi Muhammad saw untuk memberlakukan seuruh Al-Quran terhadap
umat manusia termasuk para ahlul kitab.
2. Muhaimin atau batu ujian
terhadap kebenaran kitab-kitab yang sebelumnya. Artinya Al-Quran lah yang jadi
korektor terhadap perubahan yang terjadi pada kitab-kitab sebelumnya. Dengan
demikan Al-Quranlah satu-satunya yang dijadikan pegangan. Apa yang dibenarkan
dan ditetapkan oleh Al-Quran itu lah yang benar dan harus diikuti. Dan jika
terdapat perbedaan / pertentangan antara Al-Quran dengan isi
kitab-kitabsebelumnya maka Al-Quran lah yang benar dan harus diikuti.
3. Mushaddiq, mengutakan
kebenaran-kebenaran pad kitab-kitab Allah sebelumnya, seperti Taurat dan Injil
yang membawakan petunjuk Allah dan cahaya kebenaran.
Keistimewaan Al-Quran
Sebagai kitab Allah yang
terakhir Al-Quran mempunyai beberapa keistimewaan, antara lain sebagai berikut:
1. Berlaku umum untuk
seluruh umat manusi di manapun dan kapan mereka berada sampai akhir zaman
nanti.
2. Ajaran Al-Quran mencakup
seluruh aspek kehidupan umat manusia .
3. Mendapat jaminan
pemeliharaan dari Allah swt dari segala bentuk penambahan, penguranga dan
pemalsuan.
4. Allah swt menjadikan
Al-Quran mudah untuk dipaham, dihafal dan diamalkan.
5. Al-Quran berfungsi
sebagai nasikh, muhaimin dan mushaddiq tehadap kitab-kitab suci sebelumnya.
6. Al-Quran berfungsi
sebagai mukjizat bagi Nabi Muhammad saw.
E. Perbedaan Iman Kepada
Al-Quran dengan Iman Kepada Kitab-Kitab Suci Lainnya
Seorang muslim wajib
mengimani semua kitab – kitab suci yang telah diturunkan oleh Allah swt kepada
para nabi dan Rasul-nya, baik yang disebutkan nama dan kepada siapa diturnkan
maupun yang tidak disebutkan. Allah berfirman :
“Wahai orang –orang beriman, tetaplah
beriman kepada Allah dan Rasul-nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada
Rasul-nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir
kepada Allah, malaikat – malaikat-nya, kitab – kitab-nya, Rasul – rasul-nya dan
hari kemudian, maka sesunggunya orang itu telah sesat
sejauh-jauhnya.”(An-NIsa’4:136)
Akan tetapi tentu ada
perbedaan konsekuensi keimanan antara iman kepada Al-Qur’an dan iman kepada
suci sebelumnya. Kalau terhadap kitab suci sebelumnya seorang muslim hanyalah
mempunyai kewajiban mengimani keberadaan dan kebenarannya tanpa kewajiban
mempelajari, mengamalkan dan mendakwahkan kandungnya karena kitab – kitab suci
tersebut berlaku untuk umat masa tertentu yang telah berakhir dengan kedatangan
kitab suci yang terakhir Al-qur’an. Jika ada hal – hal yang sama yang masih
berlaku dan diamalkan, itu hanyalah semata- mata karena di perintahkan oleh
Al-qur’an bukan karena ada pada kitab suci sebelumnya. Sedangkan iman kepada
Al-qur’an membawa konsekuensi yang lebih luas seperti mempelajarinya
mengamalkan dan mendakwahkannya serta membelanya dari serangan musuh – musuh islam.[5]
Untuk lebih jelasnya kewajiban seorang muslim terhadap Al-qur’an sebagai
berikut:
1. Mengimani bahwa
Al-qur’an adalah kitab Allah yang terakhir yang berfungsi sebagai Nasikh,
Muhaimin dan Mushaddiq bagi kitab – kitab suci sebelumnya; mukjizat bagi
kenabian dan kerasulan Nabi Muhammad SAW; Hudan bagi kehidupan umat manusia
sampai akhir zaman; dan fungsi – fungsi lainnya (Al-Maidah 5: 48; Al-Baqarah 2:
185)
2. Mempelajari Al-qur’an
baik cara membacanya (ilmu tajwid dan qira’an), makna dan taksirnya (iarjamah
dan tafsir Al-qur’an) maupun ilmu – ilmu lain yang berhubungan dengan Al-qur’an
seperti ulumul Qur’an, hadits, ushulul fiqhi, fiqh, dan lain – lain (Muhammad
47: 24, AT-Taubah 9: 122)
3. Membaca Al-qur’an
sebanyak dan sebaik mungkin (Al-Muzammil 73: 4, 20)
4. Mengamalkan ajaran
Al-qur’an dalam seluruh kehidupannya, baik kehidupan pribadi, berkeluarga,
bermasyarakat, bernegara maupun kehidupan Internasional. Baik aspek ekonomi,
politik, hokum, budaya, pendidikan maupun aspek hidup lainnya (Al-A’raf 7: 3,
Al-Jatsiyah 45: 7-8, An-Nur 24: 51,m Al-Baqarah 2: 208)
5. Mengajarkan Al-qur’an
kepada orang lain sehingga mereka dapat membaca, memahami dan mengamalkannya
(Ali-Imran 3: 110, Ali-Imran 3: 104, An-Nahl 6: 125, Ali-Imran 3: 79, HR
Bukhari: sebaik-baik orang diantara kamu ialah mempelajari Al-qur’an dan
mengajarkanny.”).
F. Pengaruh Beriman Kepada
Kitab-Kitab Allah
Beriman kepada kitab-kitab Allah memiliki
pengaruh yang banyak diantaranya :
1. Mengetahui tentang
perhatian Allah terhadap hamba-hambaNya juga kesempurnaan rahmatNya, dimana ia
menurunkan kepada setiap kaum sebuah kitab sebagai petunjuk bagi mereka, agar
bias mencapai kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.
2. Mengetahui hikmah Allah
Swt. Dalam syariatNya, di mana Allah mensyariatkan bagi setiap kaum apa yang
sesuai dengan keadaan dan situasi kaum tersebut.
“untuk tiap-tiap umat diantara kamu. Kami
berikan aturan dan jalan yang terang .”(QS.Al-Maidah:48)
3. Bersyukur kepada Allah
terhadap diturunkannay kitab-kitab tersebut. Sebab kitab-kitab tersebut adalah
cahaya dan petunjuk di dunia maupun di akhirat. Karena itu kita wajib bersyukur
kepada Allah atas nikmat yang agung ini.
DAFTAR PUSTAKA
Isma’il, Sa’id, DR, Perbandingan ‘Aqidah
Islam & Kristen Menurut Al-Quran & Bibel, terjemahan H. Suhairi
Ilyas, MA, Yayasan al-Anshar Bukitinggi, cet.I.th.1990.
Miftah Faridh, Drs, Pokok-Pokok Ajaran
Islam, PUSTAKA Bandung cet. 3 th. 1982.
Miftah Fardih dan Agus Syihabuddin, Al-Quran
Sumber Hukum Islam Yang Pertama, PUSTAKA Bandung, cet.1 th.1989.
Al-Qathtan, Manna’, Mabahits fi Ulum
al-Quran, Muasasah ar-Risalah Beirut, cet.4.th.1976.
Syed Mahmudunnasir. 1994. Islam, Konsepsi dan
Sejarahnya. Bandung: Rosdakarya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar